Sebuah
Cinta Untuk seorang Ayah
oleh : AIDA MARDIAH
Sejak
kepergian bunda untuk selama- lamanya kulihat mendung dimata Ayah, dan satu
persatu penyakit mulai menyerangnya.
Seperti kejadian malam itu kulihat Nafasnya sudah mulai sesak, matanya
merah, aku jadi bingung mau berbuat apa, kulihat isi dompetku hanya sepuluh
ribu rupiah, sekarangkan udah akhir bulan, pantesan aja duit ku lagi seret
nieh. Alhamdulilah lima bulan sebelum ibunda pergi saya sudah mendapatkan
pekerjaan walau hanya sebagai Tenaga honorer tata usaha pada sebuah sekolah,
dan masih terbayang dalam ingatan ku senyum bahagia bunda ketika gaji pertama ku serahkan semua pada bunda, walau pada
akhirnya uang itu kembali pada ku karna selain bekerja statusku masih mahasiswa
dan uang itu ku gunakan untuk membeli buku- buku yang kuperlukan untuk
mengerjakan tugas kuliah ku.
Kebingungan
menyergapku, “ aduh gimana nieh mau bawa
ayah ke dokter uangku tak cukup?” untuk menghilangkan kepanikan ku langsung
kubuat air teh hangat buat ayah agar nafasnya kembali normal. Alhamdulilah setelah meminum teh yang kubuat
ayah sudah mulai baikan, aku tidak tahu
apakah wajah panik ku yang membuat ayah cepat pulihnya, atau air teh hangat tadi
ya? Entah lah yang terpenting bagiku
adalah ayah sembuh, itu membuat aku lega.
Kejadian
minggu lalu kembali hadir lagi di depan mata ku, sekarang tidak hanya sesak
pada nafasnya tapi terjadi pembengkakan pada kakinya, ini tak bisa kubiarkan
lalu aku bergegas ke rumah kakakku yang nomor tiga, untuk memintanya membawa
ayah kerumah sakit, ikatan batin kami memang kuat belum jauh aku melangkah dari
pintu kulihat kakak datang hendak melihat kondisi ayah. Kuceritakan kondisi
ayah padanya bahwa ayah sedang sakit, tanpa berkata- kata dia langsung menelpon
Suaminya untuk mengantar Ayah kerumah sakit, Sepanjang perjalanan ku selalu
berdo’a pada Allah agar ayah jangan sampai di Opname ku takut harus kehilangan
orang – orang yang kusayang, sampai detik ini pun aku masih takut dengan Rumah
sakit karna di rumah sakit aku kehilangan orang- orang yang ku sayang, pertama
sekali adalah kakakku yang nomor satu,
beberapa tahun berikutnya ibundaku meninggal di rumah sakit yang sama.Setiap
aku memasuki gedung putih ini hatiku selalu bergetar “ Ya Allah berikan kesembuhan pada Ayah” doa ku di sepanjang proses
pemeriksaan ayah. Alhamdulilah Allah
mendengar do’a ku ayah boleh rawat jalan.
Sejak
di vonis bahwa ayah terkena penyakit jantung koroner dan wajib minum obat
sampai kesembuhannya pulih, aku terus bekerja tak peduli dengan ke ingin ku
sendiri karna bagiku ayah adalah bagian terpenting dalam hidupku. Bahkan aku rela
untuk tidak membeli sepatu baru padahal kalau dilihat sepatu ku itu sudah robek
di kiri dan pada bagian alasnya sangking seringnya aku mengunakan sepatu itu.
Untuk
makan pun aku selalu memikirkan ayah, jika uangku hanya cukup untuk membeli
satu porsi makanan maka aku harus bersabar membeli makanan itu hanya untuk ayah
saja tanpa memikirkan diriku yang sebenarnya mengingikan makanan itu.
Setiap
malam ku selalu berdo’a pada Allah agar Allah memberikan kesembuhan bagi ayah,
air mata ku selalu berlinang memohon pinta pada Allah yang Esa agar memberikan kesembuhan bagi
ayah, rasanya tidak sangup aku untuk
kembali kehilangan orang- orang yang kusayang untuk kesekian kalinya. Aku ikhlas untuk bekerja siang malam untuk
mencari uang demi pengobatan Ayah. Bahkan aku berusaha untuk membawa ayah pada
dokter jantung terbaik di kota kelairan ku ini. Walau konsekwensinya aku harus
menahan segala keinginan diri pribadi agar uangku cukup membawa ayah untuk
berobat.
Dalam
hal jodoh pun aku tak inggin melepas perannya sebagai seorang ayah, sampai-
sampai persetujan dari ayah ku jadikan
syarat kedua jika ada orang yang inggin mendekati ku, ya walau sampai
hari ini belum ada orang yang bisa memenuhi syarat itu, ku yakin bahwa
dalam Ridho orang tua terdapat kerido’an
Allah. Soal jodoh kapan datang nya ku yakin bahwa Allah tidak akan membebani
hambanya di luar batas kemapuan hamba tersebut.
Pernah
pada suatu hari di bulan Ramadhan di dompetku hanya ada uang dua ribu rupiah,
kulihat stok berasku telah habis, bahan- bahan untuk dimasak juga sudah habis,
kebingungganku melandaku, akhirnya agar ayah tak tahu dengan risau ku, sejak
mulai zuhur sampai waktu magrib kian dekat ku duduk di sebuah mesjid terbesar
di kota kelahiranku, air mata ku tak pupus untuk berdo’ a pada Allah agar Allah
memberikan rezki pada ku, kebiasan di mesjid- mesjid besar di kota kelahiranku pada bulan Ramadhan setiap
harinya menyediakan makanan dan minuman gratis untuk jamah yang berbuka di
mesjid tersebut. Sengaja makanan yang di sediakan untuk berbuka itu kuambil dan ketika waktu berbuka hanya
minuman saja yang ku minum, sedangkan makanan
kecilnya kusimpan untuk ayah ku berbuka nanti. Lalu aku pulang kerumah dengan
langkah yang lemah karna ku tahu di rumah pasti ayah hanya berbuka dengan teh
panas dan tanpa ada makanan di sisinya. Tapi alangkah kagetnya diriku ini
kulihat di tudung saji ada sambal beberapa potong dan gorengan serta ada juz
buah terdapat disana, Alhamdulilah ya Allah begitu banyak nikmat yang Engkau
berikan pada hamba, hamba hanya meminta agar ada sambal untuk berbuka eh
ternyata Allah berikan lebih banyak dari yang ku pinta, Ya Allah nikmat mana
lagi yang harus hamba inggkari. Lalu ku tanya pada ayah siapa yang mengantar
makannan ini, ternyata kakakku yang nomor tiga tadi berkunjung kerumah dan
dilihatnya tak ada satupun makanan yang ada dirumah lalu dia bergegas pulang
untuk mengambil sambal dan membeli makan kecil untuk berbuka.
Untuk
mu ayah mungkin pengorbanan yang kulakukan ini belum seberapa, jika dibanding
pengorbanan mu dan kasih sayang mu dalam merawat dan membesarkan diri ku ini.
Rasa cinta yang hadir dalam diri ku ini mengalir menjadi untaian do’a untuk mu
Ayah.” Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang berikan Kesembuhan pada
Ayah dan sayagilah ayahnda sebagai mana ia menyangiku sedari kecil hingga
sekarang ini. Amin ya Allah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar