Jumat, 19 Juli 2019

Cerpen ANNIDA : Sang Pemutus

Majalah Annida No. 05/X/ 6 Desember 2000


SANG PEMUTUS
by : Heru Susetyo

" Maka berdasarkan dakwaan- dakwaan tersebut, Jaksa Penuntut Umum memandang perbuatan Terdakwa Indy alias Cindy alias Cindy Carissa yang tertangkap tangan tengah mengedarkan shabu-shabu seberat 10 kg dan heroin sebanyak 15 kilogram di Bandara Soekarno Hatta,senin 4 Mei 200 adalah telah memenuhi unsur dengan sengaja melawan hukum pada UU No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, sehingga dengan demikian haruslah diganjar dengan hukuman pidana seberat-beratnya yaitu hukuman MATI ! Terimakasih, wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh."

  Innalilahi, hukuman mati ! Hakim Armad bergidik mendengarkan kalimat akhir requisitoir Jaksa Warsidi. Hukuman mati untuk si Indy ? Berani betul jaksa ini. Memang, bukan yang pertama bagi Armad menyaksikan jaksa menuntut mati sang terdakwa. Sepuluh tahun karier hakimnya, dan sepuluh kali juga jaksa menuntut mati terdakwa. Tapi untuk si Indy, gadis belia yang tampak innocent ini...
  
    " Pak hakim Ketua, silahkan tutup sidang ", tegur Hakim Maulana, datar.
    " O ya, maaf. " Armad merutuki dirinya karena melamun.
    " Saudara Indy dan saudara penasehat hukum, Anda telah mendengar bahwa Jaksa Penuntut Umum menuntut mati bagi Saudara. Saudara kami berkan kesempatan satu pekan hingga tanggal 14 Desember 2000 untuk membuat pembelaan ( pledoi). Dengan demikian Sidang ditutup."

   Usai mengetokan palu, armand segera terhenyak di kursi hakimnya. Sepuluh tahun jadi hakim. Setahun jadi wakil ketua Pengadilan Negeri Ternate. Setahun jadi ketua Pengadilan Negeri Poso. Dan kini dipercaya jadi hakim di pengadilan negeri bergensi, PN Tangerang. Mengapa masih sulit menerima hukuman mati ?


    " Pak Hakim Ketua, kami mohon keadilan," mendadak terdakwa Indy menghampirinya. Dengan setelan Khas tahanan LP Wanita Tangerang terus terang Indy masih sangat menarik. " Saya tak bersalah, Pak Hakim, saya hanya kurir. Orang suruhan. Saya diancam Bos saya kalau tak mengantarkan barang. Hukuman mati terlalu berat buat saya, Pak ! saya mesti membiayai tiga adik yang masih SD dan kedua orang tua di kampung."

" Saudri Indy,"  Armad bicara setengah kikuk. " Tadi itu kan baru tuntutan jaksa. Belum putusan hakim. Kami, majelis hakim-lah yang akan memutuskan. Sekarang saudari punya waktu sepekan untuk membuat pledoi. Manfaatkanlah. jangan berfikir dulu tentang kematian,"
"Trimakasih, pak Hakim. Bapak baik sekali," sahut Indy. Dan, tan terasa, wajah Armand pun memerah
****

Setiap hari selama sepekan sebelum sidang pledoi Indy, Hakim Armand terus dibayangi wajah Indy. wajah gadis peranakan Slovenia-Sunda itu terus membetot pikiranya. Ia tampak lugu dan ...ah, sulit membayangan gadis belia ini bergelimang dadah. Hukuman mati ? Paling enak memang jadi jaksa. kerjaannya menyelidik, mendakwa dan menuntut. hakimlah yang kena getahnya. Hakimlah yang harus memutuskan. lalu kenapa akau jadi hakim ? Armand merutuki dirinya sendiri,

   Mendadak ingatan Armad melayang pada titian penting dalam hidupnya. Ketika itu, 9 Maret  tahun 1989, ia diwisuda sebagai Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum UI. Ia dipanggil kedepan, dikalungi makara UI oleh Rektor dan disalami hangat oleh Dekan. Setelah itu di kafe Fakultas Hukum UI, enam puluh menit setelah wisuda di Balairung UI, keenam sohib dekat Armand menuntut traktir.

" Ngomong-ngomong , bulan depan kamu kira-kira berada di mana, Man ?"  tanya Fauzul. " di law firm papan atas di segitiga emas, dibagian legal multinational corporation di Indonesia, di American University Washington D.C. sedang ambil LLM ( Lex Legibus Master_ master Hukum-pen). atau nangkring di legal division Bank Indonesia seperti tawaran yang kamu terima kemarin?"

" Aku taksir, Armand sih senangnya berbau hukum bisnis. Paling-paling dia nangring di Law Firm SOS & Partners di BMM Building. Lumayan, Man, tarif konsultasinya buat fresh graduate kayak kamu lima ratus dollar per jam," duga Boby sok tahu.

    " Ah tidak aku yakin Armad bakal ngacir ke Washington. Duit seabreg, otak encer, bahasa Inggris cakep, senang belajar lagi. Kamu bakal tetanggan dengan Clinton kan, man ?" lanjut Fauzul.
" ah, kalian semua salah. armand kan rada matre. Paling juga dia ambil legal division di Freeport, kan bayarnya paling gede!"timpa Tomi

" Sebelum aku jawab, aku ingin tahu dulu kalian sudah nyangkut di mana,"ujar Armand. Boby ?" Aku di Law Firm,Man! jawab Boby cepat. Sholahuddin ? " Aku di Bursa Efek jakarta, Man!"jawab Sholahuddin. Fauzul? " aku bagian legal di perusahan Canada Man!" ujar Fauzul. Joko ?" aku mah di perusahan otomotif sajalah, " tukas joko kalem. Irfan ? " aku sih kerja entar dulu. aku mau nikah dulu , Man!" jawab Irfan santai.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sang Mistikus Kasih Cerita Budaya yang bahagia

 Sang Mistikus Kasih, Sebuah Kumpulan Cerpen tema budaya yang membuat kita kaya dengan budaya Indonesia yang Indah Tabir kain berwarna kunin...