TITIP
CINTA
BY : SITI ZULBAIDAH
Kupandangi wajah mereka
yang berseri- seri satu persatu, sebenarnya jantungku dag- dig dug bunyinya
semakin keras seakan memecahakan gendang telingaku, aduh... mengapa aku terima
permintaan si Rani ya untuk mengantikannya mengajar di kelas ini, padahal aku
tahu betul reputasi kelas ini, biangnya
ribut dan banyak yang suka cabut trus
nongkrong di kantin belakang sekolah. Tapi aku sudah berjanji untuk membantu
dia selama Rani cuti melahirkan.
“ Ayolah sis, bantu aku mengajarkan anak- anak selama aku melahirkan
nanti, ngak mungkinkan selama tiga bulan anak- anak itu ngak belajar?”. “ Tapi
Ran, aku kan belum pernah mengajar di depan kelas, pengalaman mengajarku sih ada tapi anak-
anaknya ngak seramai ini”. “ aku yakin kamu pasti bisa”.
Masih tergiang di
telingaku percakapan kami kemarin, Rani begitu yakin kalau aku bisa mengantikan
dia untuk mengajar .
Hari pertama di mulai
debaran jantungku tak kompromi padaku Padahal
sudah semalaman aku melatih diriku di depan cermin agar tak gugup, namun keringat dingin terus
mengucur di telapak tanganku, tapi ku harus bisa “ Ya Allah mudahkan lisan ini
untuk menyampaikan ilmu dan berilah kepahaman ilmu bagi anak- anak ini”.
Perkenalan di mulai, bak seorang guru yang profesional kutuliskan
nama ku di papan tulis agar anak-anak kenal dengan guru barunya Siska Ayuning
tyias, SH. Agar suasana mencair ku, ku artikan gelar terakhir dinama ku, SH sama
dengan Sangat Hebat, lalu yel- yel sedikit sebagai peyemangat “ Siapa mau
pintar tepuk tangan” prok-.prok, “ siapa mau juara tepuk tangan”, prok- prok, “
Siapa mau hebat hentak kaki”, bum—bum. Yes akhirnya pertemuan pertama,
sangat menyenangkan, semoga hari
berikutnya juga bisa ku takhlukan kelas ini.
Pertemuan Ke dua dengan
anak- anak, tapi detak jantungku terus saja berpacu walau ini sudah kali kedua
aku masuk kelas ini, kuabsen satu
persatu anak- anak didik ku “ Arif Rahman, Adit Prabowo, Afifah Afra, Bagus
Wicaksono, Boby Siregar, Chory Pamela, Dany Raharja, Desi Somalia, Feni
Rahmawati, Firman Sagala, Indah Kusuma Wardani, Intan Permata,Muhammad Ilham ,
Nurti Sari Dewi, Nilam Cahaya, Santi Feronika, Sandra Hafsari, Syarifah aini, Tita
Wulandari, Tia Simanjuntak, Toto Kurniawan, Usi Susilowati, Wiwit Candra, Yopi
Hasanah ,Yozi Fernanda, Yoga Saputra, Zahratul Jannah ” dengan mengabsen
anak- anak satu persatu semoga detak jantungku kembali normal, oh tidak,.. aku
salah ternyata hanya sejenak jantungku normal, yang ada sekarang gendang
telingaku semakin sakit, kepala ku mau pecah, kebiasaan anak-anak untuk ribut
dan tak peduli pada guru mulai
menunjukan gejalanya, dimulai dari barisan belakang Zahra dan Afifah tanpak
kasak kusuk, bercerita ntah apa yang
mereka ceritakan nampaknya asik sekali, trus ada Arif dan Yoga juga bercerita,
kemudian entah siapa lagi yang meneruskan yang terdengar hanya seperti suara lebah yang bersahut- sahutan, apa yang salah ya
dengan diri ku hari ini ? hampir sepuluh menit ku terdiam di depan kelas,
sambil memutar otak ku bagaimana caranya agar kelas ini menyenangkan, dan tidak
menimbulkan keributan, kasihan kelas sebelah yang begitu serius mendengarkan
pelajaran jadi tergangu.
Dengan tekad yang membara ku harus bisa menaklukan kelas
ini, berbagai cara kulakukan agar ku bisa menarik perhatian anak- anak didik ku,
pertama kuharus hapal nama dan wajah
anak- anak ini di luar kepala agar ku tahu bagaimana sifatnya. Lumayan
lah untuk tahap awal. , kemudian bertanya di bagiaan pendataan siswa biodata
dari siswa didik ku, kutulis satu
persatu tanggal lahir dan alamat dari siswa didik ku, kulingkari tanggal di
kalender yang ada di meja belajar, dalam waktu tiga bulan ini aku harus bisa
menaklukan anak- anak agar mereka mau belajar dengan semangat.
Metode belajar pun ku
ubah agar anak- anak itu menyenangi Pelajaran ini , walau tak sesuai dengan
petunjuk si Rany, yang jelas Pokok
bahasan yang ku ajarkan sesuai dengan kurikulum KTSP, dan sesuai dengan
Perangkat Pembelajaran yang sudah dibuat oleh Rany, Metode yang ku gunakan
adalah lebih banyak Metode Diskusi, dari
pada Metode Ceramah. Anak- anak ku
berikan keleluasaan untuk menjawab pertanyaan yang kuajukan dan boleh bertanya
apa saja tentang materi yang kuajarkan, namun untuk bertanya kayaknya anak-
anak tidak mau melakukannya, apakah
sudah paham, atau malu untuk bertanya, akhirnya yang terjadi lebih banyak aku
yang mengajukan pertanyaan.
Setelah beberapa kali
pertemuan akhirnya setiap masuk kelas itu jantungku tak lagi bedetak dengan
kecang, yang ada sekarang rasa bahagia bila kakiku mulai masuk kekelas itu,
tapi untuk menghentikan suara merdu mereka untuk berhenti diawal pelajaran ini
yang belum sukses ku lakukan, kayaknya mereka memang suka mengapresiasikan
suara mereka sebelum benar- benar terpaku pada pelajaran, hem.
Mataku terpaku pada
bangku paling belakang pojok kiri yang selalu kosong, tanpa ada penghuninya,
tapi sebuah tas terletak diatas meja itu dengan santainya. Ingin kutanyakan
pada warga kelas yang lain kemanakah penghuni bangku ini? “ Si Yozi Cabut buk” sebuah suara dari arah samping kanan ku,
seakan mendengar bahasa batinku. Mata ku berpaling kearah asal suara tadi, “ Boby apakah kamu tahu kemana perginya Yozi ?”
Mungkin ke kantin Elok tuh buk, atau kalau ngak ke Warnet Olla, diakan maniak
main PB buk.” “ Oh gitu ya” . Kepalaku kembali berdeyut dengan kencang, ternyata
kantin, maupun warnet lebih menyenangkan bagi anak- anak ku dari pada duduk
diam di kelas mendengarkan pelajaran.
Sebuah tantangan baru
bagi guru- guru sekarang, bahwa anak- anak lebih suka ke warnet yang
menyediakan berbagai permainan Virtual yang menyenangkan dari pada belajar di
kelas mendengarkan pelajaran dari guru, kasus banyaknya anak- anak yang cabut
di jam sekolah , anak – anak yang cabut ini bisa di temukan di warnet- warnet yang
sekarang bertaburan bak jamur di musim hujan. Bahkan anak- anak rela berlapar-
lapar ria tidak belanja makanan tapi malah suka ke Warnet untuk main PB, bahkan
yang sudah sangat maniak berani untuk
tidak membayarkan SPP bulannya, uang yang seharusnya di beri orang tua untuk
bayar SPP malah di bayarkan ke tempat Warnet. Bahkan ada anak yang tak pernah
pulang kerumah karna sudah maniaknya dengan permainan yang di sajikan di warnet,
dalam hal ini sebagai sesama pendidik bagi orang tua yang memiliki anak punya
kecendrungan selalu main di Warnet, yuk kita sama- sama memantau anak kita,
jangan biarkan generasi penerus kita menjadi generasi mesin, yang hatinya sudah
keras dengan berbagai permainan kekerasan yang di sajikan pada dunia maya, otak
mereka telah di cuci dengan adengan pornografi yang terbalut dalam permainan
yang tersaji dalam dunia game Virtual. Contohnya aja permainan PB ( Point
Blank) sampai saat ini masih di gandrugi anak- anak, permainan yang mengajarkan kekerasan membuat
anak- anak tak lagi punya nurani, untuk sampai pada level General ( GEN)
perkiraan menang dalam berperang 102 – 104 kali, untuk mencapai kemenangan
banyak senjata yang disediakan, mulai dari tangan kosong, Pisau, Pistol, Senapan, Boom. Dan para pemain
boleh mengunakan senjata itu untuk membunuh musuh, sehingga emosi sianak pun
terbawa dengan alur permainan sehingga di alam nyata pun anak- anak seakan
masih berada pada alam bawah sadarnya, jika dia mulai berkelahi dengan teman-
temannya dia akan berusaha mencari senjata untuk mengalahkan musuhnya.
Sangking mudahnya akses
internet di kalangan para generasi muda, banyak tayangan- tayangan pornografi
yang seharusnya tidak di kosumsi oleh anak- anak usia sekolah, akibat yang terjadi anak- anak menjadi lemah
kosentrasinya, yang terbayang di kepalanya adalah adegan demi adegan yang dia
lihat di Internet.
Seperti yang terjadi kemarin, kulihat si Adit
tidak pernah semangat belajar, padahal aku sudah mencoba menawarkan bagi yang
bisa menjawab pertayaan ibu akan, ibu beri hadiah, ketika yang lain begitu
bersemangatnya menjawab pertayaan yang ku ajukan, si adit hanya diam tanpa
ekspresi matanya memang memandang padaku, tapi sorot matanya seakan berfikir
kealam lain, lalu ku dekati mejanya, ku tanyakan sebuah pertayaan padanya “ Adit coba sebutkan icon yang terdapat pada
toolbar standar?”. Adit terkaget
seakan tak menyangka aku sampai pada mejanya, untuk mengilangkan kegagapannya,
kucoba bertanya pertayaan ringan padanya, apakah
Adit suka kewarnet ya? Pertama dia menjawab tidak ada buk, tapi teman- teman lain bersorak sorai “ dia tiap hari di warnet tuh buk”, “apa yang
di lihat di warnet dit?”, Cuma main PB kok buk, jawabnya spontan seakan
ingin membela diri dari serangan teman- temannya, “ benar kah hanya PB yang Adit lihat? apakah tidak ada yang lain? Buru
ku padanya, Adit hanya diam, ku tahu keterdiamnya itu memperkuat analisa ku
bahwa dia melihat adegan yang tidak seharus nya di tonton. Ku inggat Adit kan
termasuk salah satu siswa yang tertangkap HP kameranya karena memuat adegan
pornografi di dalam HP nya. Mau jadi apa
generasi ku yang akan datang jika mentalnya sudah rusak begini. Setiap
memikirkan ini migranku selalu saja kambuh.
Sejak mengenal karakter
anak- anak didik ku ada sesuatu tumbuh dalam relung hati ku sebagai Guru
sekaligus orang tua bagi anak- anak didik ku,setiap prestasi yang di torehkan
menimbulkan perasaan bangga menyeruak di dada ku, Seperti yang terjadi kemarin
salah satu anak didik ku mengikuti POPNAS ( Pekan Olahraga Pelajar Nasional)
do’a ku selalu untuknya semoga dia menang dalam kompetisi, dan mengharumkan
nama daerah dan sekolah.” Citra gimana
kemarin pertandingannya?” “ Alhamdulilah buk menang walau tak dapat juara satu,
peringkat tiga lumayanlah buk”. “ Selamat ya nak” , puji ku penuh arti. Bahkan ketika ada perlombaan dai muda yang
diadakan oleh Departemen Agama, Semoga anak didik ku menang jadi juara satu.
Walau banyak event yang di ikuti oleh anak didik ku tak pernah ku
lihat secara langsung, namun untaian do’a ku buat kemenangan mereka selalu saja
terucap.
Kesalahan yang dilakukan
anak- anak dididik ku, membuat Migran ku kambuh, berharap hal tersebut tidak
lagi di ulanginya.
Kebersamaan kami tidak
hanya ada di dalam kelas, namun di dunia mayapun kami sering melakukan
interaksi, saling memberikan Like pada
Status yang baik, memberikan coment pada status yang dibuat. Memberikan ucapan
selamat ulang tahun pada yang merayakan ulang tahunnya.
Telah tiga bulan terlewati bersama mereka sudah
saat nya aku pamit, dan Rany sudah akan bersiap kembali mengajar pasca
melahirkan putri cantiknya. Berat rasanya meninggalkan anak- anak didik yang
membuat pelangi di hati ku. Membuat bintang di setiap do’a ku. Air mata ku
mulai mengalir seperti hujan di tengah siang, berharap ada pelangi setelah
hujan berhenti. Untuk mu anak- anak ku
Kutitip Cinta pada mu, Cintailah ilmu maka kesuksesan akan mengiringi mu
*) Pekanbaru, 25
November 2011. Bersempena dengan Peringatan Hari Guru, buat seluruh guru yang
ada di seluruh Indonesia, terkhusus buat guru yang ada di Provinsi Riau Selamat
Hari Guru. Semoga Indonesia semakin tercerahkan dengan peran serta para
guru, dan terimakasih yang tak terhingga atas jasamu mendidik putra putri bangsa ini.
Alhamdulilah Terbit di Haluan Riau ( ahad, 4 Desember 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar